Senin, 07 November 2016

REAKSI PENYABUNAN MINYAK
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
KIMIA HASIL PERTANIAN


Disusun oleh  :
                                                      ARI BETRANDU
   15/17419/THP-STPK-B




SARJANA TEKNOLOGI PENGOLAHAN KELAPA SAWIT DAN TURUNANNYA
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
 INSTITUT PERTANIAN STIPER
YOGYAKARTA
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.                Latar belakang
            Lemak dan minyak adalah bahan-bahan yang tidak larut dalam air yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan hewan. Lemak dan minyak yang digunakan dalam makanan sebagian besar adalah trigliserida yang merupakan ester dari gliserol dan berbagai asam lemak. Lemak dan minyak terdapat pada hamper semua bahan pangan dengan kandungan yang berbeda-beda   (Winarno, 1992).
            Kata saponifikasi atau saponify berarti membuat sabun (Latin sapon, = sabun dan –fy adalah akhiran yang berarti membuat). Bangsa Romawi kuno mulai membuat sabun sejak 2300 tahun yang lalu dengan memanaskan campuran lemak hewan dengan abu kayu. Pada abad 16 dan 17 di Eropa sabun hanya digunakan dalam bidang pengobatan. Barulah menjelang abad 19 penggunaan sabun meluas (Kusnawijaya, 1993).
            Sabun dibuat dari proses saponifikasi lemak hewan (tallow) dan dari minyak. Gugus induk lemak disebut fatty acids yang terdiri dari rantai hidrokarbon panjang (C-12 sampai C18) yang berikatan membentuk gugus karboksil. Asam lemak rantai pendek jarang digunakan karena menghasilkan sedikit busa. Reaksi saponifikasi tidak lain adalah hidrolisis basa suatu ester dengan alkali (NaOH, KOH) (Kusnawijaya, 1993).
            Pada umumnya, alkali yang digunakan dalam pembuatan sabun pada umumnya hanya NaOH dan KOH, namun kadang juga menggunakan NH4OH. Sabun yang dibuat dengan NaOH lebih lambat larut dalam air dibandingkan dengan sabun yang dibuat dengan KOH. Sabun yang terbuat dari alkali kuat (NaOH, KOH) mempunyai nilai pH antara 9,0 sampai 10,8 sedangkan sabun yang terbuat dari alkali lemah (NH4OH) akan mempunyai nilai pH yang lebih rendah yaitu 8,0 sampai 9,5 (Matsjeh, 1996).
            Sabun merupakan garam dari asam lemah, larutannya agak basa karena adanya hidrolisis parsial. Saponifikasi adalah reaksi pembentukan sabun, yang biasanya dengan bahan awal lemak dan basa. Nama lain reaksi saponifikasi adalah reaksi penyabunan. Dalam pengertian teknis, reaksi saponifikasi melibatkan basa (soda kaustik NaOH) yang menghidrolisis trigliserida. Trigliserida dapat berupa ester asam lemak membentuk garam karboksilat (Matsjeh, 1996).
            Minyak sayuran dan lemak hewani merupakan bahan utama untuk reaksi saponifikasi. Trigliserida dapat diubah menjadi sabun dalam proses satu atau dua tahap. Pada proses satu tahap, trigliserida diperlakukan dengan basa kuat yang akan memutus ikatan ester dan menghasilkan garam asam lemak dan gliserol. Proses ini digunakan dalam industri gliserol. Dengan cara ini, sabun juga dihasilkan dengan cara pengendapan. Peristiwa ini disebut dengan salting out oleh NaCl jenuh (Matsjeh, 1996).
            Dalam reaksi saponifikasi, dikenal dengan angka saponifikasi atau angka penyabunan. Angka penyabunan adalah jumlah basa yang diperlukan untuk dapat melangsungkan saponifikasi terhadap sampel lemak. Mekanisme pemutusan ikatan ester oleh basa melibatkan reaksi kesetimbangan. Anion hidroksida menyerang gugus karbonil ester.Produk intermediet disebut dengan orto ester (Winarno, 1992).
B.             Tujuan praktikum
                        Mengetahui reaksi penyabunan minyak.
C.    Manfaat praktikum
         Mahasiswa mengetahui reaksi penyabunan minyak yang sempurna dan tidak sempurna.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.               Penyabunan Minyak
              Lemak dan minyak adalah bahan-bahan yang tidak larut dalam air yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan hewan. Lemak dan minyak yang digunakan dalam makanan sebagian besar adalah trigliserida yang merupakan ester dari gliserol dan berbagai asam lemak. Lemak dan minyak terdapat pada hamper semua bahan pangan dengan kandungan yang berbeda-beda   (Winarno, 1992).
              Sabun dibuat dari proses saponifikasi lemak hewan (tallow) dan dari minyak. Gugus induk lemak disebut fatty acids yang terdiri dari rantai hidrokarbon panjang (C-12 sampai C18) yang berikatan membentuk gugus karboksil. Asam lemak rantai pendek jarang digunakan karena menghasilkan sedikit busa. Reaksi saponifikasi tidak lain adalah hidrolisis basa suatu ester dengan alkali (NaOH, KOH) (Kusnawijaya, 1993).
              Pada umumnya, alkali yang digunakan dalam pembuatan sabun pada umumnya hanya NaOH dan KOH, namun kadang juga menggunakan NH4OH. Sabun yang dibuat dengan NaOH lebih lambat larut dalam air dibandingkan dengan sabun yang dibuat dengan KOH. Sabun yang terbuat dari alkali kuat (NaOH, KOH) mempunyai nilai pH antara 9,0 sampai 10,8 sedangkan sabun yang terbuat dari alkali lemah (NH4OH) akan mempunyai nilai pH yang lebih rendah yaitu 8,0 sampai 9,5 (Matsjeh, 1996).
              Sabun merupakan garam dari asam lemah, larutannya agak basa karena adanya hidrolisis parsial. Saponifikasi adalah reaksi pembentukan sabun, yang biasanya dengan bahan awal lemak dan basa. Nama lain reaksi saponifikasi adalah reaksi penyabunan. Dalam pengertian teknis, reaksi saponifikasi melibatkan basa (soda kaustik NaOH) yang menghidrolisis trigliserida. Trigliserida dapat berupa ester asam lemak membentuk garam karboksilat (Matsjeh, 1996).
              Minyak sayuran dan lemak hewani merupakan bahan utama untuk reaksi saponifikasi. Trigliserida dapat diubah menjadi sabun dalam proses satu atau dua tahap. Pada proses satu tahap, trigliserida diperlakukan dengan basa kuat yang akan memutus ikatan ester dan menghasilkan garam asam lemak dan gliserol. Proses ini digunakan dalam industri gliserol. Dengan cara ini, sabun juga dihasilkan dengan cara pengendapan. Peristiwa ini disebut dengan salting out oleh NaCl jenuh (Matsjeh, 1996).
              Dalam reaksi saponifikasi, dikenal dengan angka saponifikasi atau angka penyabunan. Angka penyabunan adalah jumlah basa yang diperlukan untuk dapat melangsungkan saponifikasi terhadap sampel lemak. Mekanisme pemutusan ikatan ester oleh basa melibatkan reaksi kesetimbangan. Anion hidroksida menyerang gugus karbonil ester.Produk intermediet disebut dengan orto ester (Winarno, 1992).


BAB III
METODE PRAKTIKUM
A.         Tempat Dan Waktu Paktikum 
          Paktikum dilaksanakan di laboratorium Fakultas Teknologi Hasil Pertanian, Insitut Pertanian STIPER Yogyakarta, pada hari jumat, tanggal
26 Oktober  2016
B.             Alat dan Bahan
   Alat – alat yang digunakan dalam praktikum Erlenmeyer, Timbangan, Kompor listrik, Gelas ukur, Pipet tetes, Sedangkan bahan yang digunakan yaitu Minyak goreng kelapa sawit 5 ml,Minyak kelapa 5 ml, CPO 5 ml, NaOH 1,5 gram, Aquadest, Alkohol 25 ml.
C.            Prosedur praktikum   
1.              Prosedur Teoritis
Diagram alir Mengambil 25 ml bahan minyak, kemudian tambah 1,5 gram NaOH dan alkohol ke dalam erlenmeyer.Mendidihkan dalam erlenmeyer selama 15 menit. Memeriksa reaksi penyabunan sudah sempurna atau belum dengan cara mengambil beberapa tetes campuran larutan dapat larut sempurna maka akan menunjukkan reaksi sudah sempurna.

2.            Prosedur skematis
Dididihkan dalam erlenmeyer selama 15 menit).

 
Diambil 5 ml bahan minyak, kemudian tambah 1,5 gram NaOH dan 25 ml alkohol ke dalam erlenmeyer.
 
Sampel CPO, Minyak kelapa sawit, Alkohol, NaOH,Aquades.










Diperiksa reaksi penyabunan sudah sempurna atau belum dengan cara:
Diambil beberapa tetes campuran larutan dapat larut sempurna maka akan menunjukkan reaksi sudah sempurna
 
 





Gambar 1. Diagram alir Reaksi Penyabunan Minyak
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.            HASIL PENGAMATAN
     Hasil pengmatan praktikum Reaksi Penyabunan Minyak dari di    sajikan pada tabel 1 di bawah ini
          Tabel 1. Hasil Pengujian Reaksi Penyabunan Minyak.
No.
Nama Bahan
Warna
Keterangan
Awal
      Akhir
1.
CPO
kuning
Putih keruh
-
2.
 Minyak goreng kelapa sawit
Bening
Putih bening
++
Keterangan :
++        : Larut sempurna
 +         : Kurang larut
 -          : Tidak larut
B.             Pembahasan
              Lemak dan minyak, merupakan bahan baku yang banyak digunakan dalam pengolahan pangan, seperti margarin, shortening, minyak goreng, dan produk olahan lain yang diproduksi oleh industri pangan, rumah tangga atau restoran. Lemak dan minyak memiliki fungsi penting dalam pengolahan pangan, yaitu sebagai sumber energi, berkontribusi pada pembentukan tekstur dan mutu sensori produk pangan, medium pindah panas dalam proses pengorengan, serta pelarut bagi vitamin esensial larut lemak A, D, E dan K.
              Sabun merupakan garam dari asam lemah, larutannya agak basa karena adanya hidrolisis parsial. Saponifikasi adalah reaksi pembentukan sabun, yang biasanya dengan bahan awal lemak dan basa. Nama lain reaksi saponifikasi adalah reaksi penyabunan. Dalam pengertian teknis, reaksi saponifikasi melibatkan basa (soda kaustik NaOH) yang menghidrolisis trigliserida. Trigliserida dapat berupa ester asam lemak membentuk garam karboksilat (Matsjeh, 1996).
              Praktikum kali ini digunakan bahan CPO dan minyak goreng kelapa sawit, larutan basa yaitu NaOH, selain NaOH di gunakan juga alkohol, fungsi alkohol ini adalah penetral, serta membuat larutan bertambah. setelah itu di lakukan pemanasan kurang lebih 15 menit, pemanasan ini bertujuan agar reaksi penyabunan terjadi dan pencampuran lebih sempurna, Pengujian kesempurnaan reaksi saponifikasi ini dilakukan dengan menguji masing-masing bahan dengan mencampurkannya diair dan kemudian dilihat bila dapat larut sempurna, maka hal ini menunjukkan reaksi sudah sempurna.  Dari hasil pengamatan terlihat Pada bahan minyak kelapa sawit terjadi perubahan warna , dari warna awal kuning menjadi putih keruh. Pada bahan minyak kelapa, terjadi perubahan warna dari warna awal bening berubah warna menjadi putih bening. Kedua bahan ini terjadi  dengan reaksi penyabunan sempurna.
             
 
BAB V
      PENUTUP
A.           Kesimpulan  
            Saponifikasi adalah reaksi pembentukan sabun, yang biasanya dengan bahan awal lemak dan basa. Nama lain reaksi saponifikasi adalah reaksi penyabunan.
            Hasil pengamatan terlihat Pada bahan minyak kelapa sawit terjadi perubahan warna , dari warna awal kuning menjadi putih keruh. Pada bahan minyak kelapa, terjadi perubahan warna dari warna awal bening berubah warna menjadi putih bening. Kedua bahan ini terjadi  dengan reaksi penyabunan sempurna.

           


DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2015. Penuntun Praktikum Kimia Dasar. Laboratorium Unit Kimia. UPT. Laboratorium Dasar. UniversitasHaluoleo. Kendari
Kusnawijaya, 1993. Biokimia.Exact Ganeca. Bandung.
Matsjeh, 1996. Kimia Organik II. UGM. Yogyakarta.
Winarno, F, G, 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.

PENENTUAN KADAR KOTORAN PADA MINYAK
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
KIMIA HASIL PERTANIAN


Disusun oleh  :
ARI BETRANDU
15/17419/THP-STPK-B




SARJANA TEKNOLOGI PENGOLAHAN KELAPA SAWIT DAN TURUNANNYA
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
 INSTITUT PERTANIAN STIPER
YOGYAKARTA
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.                Latar belakang
Lemak dan minyak adalah salah satu kelompok yang termasuk pada golongan lipid , yaitu senyawa organik yang terdapat di alam serta tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik non-polar,misalnya dietil eter (C2H5OC2H5), Kloroform(CHCl3), benzena dan hidrokarbon lainnya. Lemak dan minyak dapat larut dalam pelarut yang disebutkan di atas karena lemak dan minyak mempunyai polaritas yang sama dengan pelaut tersebut. Minyak adalah turunan karboksilat dari ester gliserol yang disebut gliserida. Sebagian besar gliserida berupa trigliserida atau triasilgliserol yang ketiga gugus OH dari gliserol diesterkan oleh asam lemak (Winarno, 1992).
Standar mutu merupakan hal yang penting untuk menentukan bahwa minyak tersebut bermutu baik. Ada beberapa faktor yang menentukan standar mutu, yaitu 1) kandungan air dan kotoran; 2) kandungan asam lemak bebas; 3) warna; dan 4) bilangan peroksida. Mutu minyak kelapa sawit yang baik, umumnya mempunyai kadar air  < 0,1%; kadar kotoran  <  0,01%; kandungan asam lemak bebas, serendah mungkin yaitu < 2%; bilangan peroksida < 2; bebas dari warna merah & kuning, tidak berwarna hijau, harus berwarna pucat dan jernih dan kandungan logam berat serendah mungkin, bahkan bebas dari ion logam. (Fessenden, 1986).
Penetapan kadar air, dilakukan dengan 2 metode yaitu metode pemanasan dengan oven atau metode pemanasan dengan hot plate. Prinsip penghitungan persentase kandungan air adalah selisih berat contoh sebelum dan sesudah dipanaskan. Kadar kotoran dihitung sebagai bahan yang terkandung dalam minyak sawit mentah yang tidak larut dalam n-heksan atau light petroleum. Kadar asam lemak bebas dihitung sebagai presentase berat (b/b) dari asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak sawit mentah (CPO) dimana berat molekul asam lemak bebas tersebut dianggap sebesar 256 (sebagai asam palmitat). Faktor lain yang mempengaruhi standar mutu adalah titik cair, kandungan gliserida, refining loss (kehilangan pada saat pengolahan), plastisitas (kelenturan), spreadability (kemudah-tersebaran), kejernihan, kandungan logam berat, dan bilangan penyabunan (Fessenden, 1986).
Kelapa sawit (Elaseis guineneesis jacg) merupakan tumbuhan penghasil minyak, yang dapat menghasilkan dua jenis minyak, yakni: CPO (Crude Palm Oil) yang diekstraksi dari daging buah kelapa sawit dan PKO (Palm Kernel Oil) yang diekstraksi dari inti biji kelapa sawit. Dalam proses tertentu minyak CPO dapat digunakan sebagai bahan baku industri pangan dan industri nonpangan seperti minyak goreng, margarin, pasta gigi, detergen, sabun, kosmetik, tinta dan cat. Penentuan kadar kotoran pada CPO bertujuan untuk mengetahui apakah kadar kotoran yang terdapat pada minyak CPO telah memenuhi persyaratan standar mutu pabrik dan Standar Nasional Indonesia (SNI). Kadar kotoran pada minyak CPO dalam persyaratan standar mutu pabrik maupun standar mutu SNI, yaitu kadar kotoran tidak lebih dari 0,020% dan persyaratan SNI 01-2901-2006 yaitu tidak lebih dari 0,050% (Edi, 2012).
B.             Tujuan praktikum
1.    Mengetahui kadar kotoran pada minyak .
C.    Manfaat praktikum
1.      Untuk mengetahui kadar kotoran pada minyak.   


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.            Kadar kotoran pada minyak
Standar mutu merupakan hal yang penting untuk menentukan bahwa minyak tersebut bermutu baik. Ada beberapa faktor yang menentukan standar mutu, yaitu 1) kandungan air dan kotoran; 2) kandungan asam lemak bebas; 3) warna; dan 4) bilangan peroksida. Mutu minyak kelapa sawit yang baik, umumnya mempunyai kadar air  < 0,1%; kadar kotoran  <  0,01%; kandungan asam lemak bebas, serendah mungkin yaitu < 2%; bilangan peroksida < 2; bebas dari warna merah & kuning, tidak berwarna hijau, harus berwarna pucat dan jernih dan kandungan logam berat serendah mungkin, bahkan bebas dari ion logam. (Fessenden, 1986).
Penetapan kadar air, dilakukan dengan 2 metode yaitu metode pemanasan dengan oven atau metode pemanasan dengan hot plate. Prinsip penghitungan persentase kandungan air adalah selisih berat contoh sebelum dan sesudah dipanaskan. Kadar kotoran dihitung sebagai bahan yang terkandung dalam minyak sawit mentah yang tidak larut dalam n-heksan atau light petroleum. Kadar asam lemak bebas dihitung sebagai presentase berat (b/b) dari asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak sawit mentah (CPO) dimana berat molekul asam lemak bebas tersebut dianggap sebesar 256 (sebagai asam palmitat). Faktor lain yang mempengaruhi standar mutu adalah titik cair, kandungan gliserida, refining loss (kehilangan pada saat pengolahan), plastisitas (kelenturan), spreadability (kemudah-tersebaran), kejernihan, kandungan logam berat, dan bilangan penyabunan (Fessenden, 1986).
Kelapa sawit (Elaseis guineneesis jacg) merupakan tumbuhan penghasil minyak, yang dapat menghasilkan dua jenis minyak, yakni: CPO (Crude PalmOil) yang diekstraksi dari daging buah kelapa sawit dan PKO (Palm Kernel Oil) yang diekstraksi dari inti biji kelapa sawit. Dalam proses tertentu minyak CPO dapat digunakan sebagai bahan baku industri pangan dan industri nonpangan seperti minyak goreng, margarin, pasta gigi, detergen, sabun, kosmetik, tinta dan cat. Penentuan kadar kotoran pada CPO bertujuan untuk mengetahui apakah kadar kotoran yang terdapat pada minyak CPO telah memenuhi persyaratan standar mutu pabrik dan Standar Nasional Indonesia (SNI). Kadar kotoran pada minyak CPO dalam persyaratan standar mutu pabrik maupun standar mutu SNI, yaitu kadar kotoran tidak lebih dari 0,020% dan persyaratan SNI 01-2901-2006 yaitu tidak lebih dari 0,050% (Edi, 2012).

BAB III
METODE PRAKTIKUM
A.         Tempat Dan Waktu Paktikum 
          Paktikum dilaksanakan di laboratorium Fakultas Teknologi Hasil Pertanian, Insitut Pertanian STIPER Yogyakarta, pada hari jumat, tanggal 26 Oktober  2016
B.             Alat dan Bahan
Alat – alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu Crucibe, Oven, Timbangan, Gelas beker, Botol timbangCorong , Erlenmeyer sedangkan bahan yang digunakan yaitu N-hexane, CPO ,Minyak kelapa sawit, Kertas saring
C.            Prosedur praktikum   
1.              Prosedur Teoritis
Diagram alir pelaksanakan praktikum di sajika secara sekematis pada gambar 1.  Secara garis besar, Meletakkan kertas saring pada crucible. Mencuci dengan n-hexane secukupnya kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 102ºC selama ± 30 menit, kemudian di dinginkan dan ditimbang. Mengaduk larutan hingga homogeny. Menimbang dalam beker gelas yang sudah diketahui berat kosongnya. Menambahkan pelarut dan di aduk sampai semua contoh larut. Menyaring pada goat crucible. Mendinginkan goat crucible selama ± menit dan ditimbang.

2.Prosedur skematis
Di siapkan bahan
  
Dimasukkan kertas saring di oven selama 30 menit. Mencuci kertas saring dengan n- hexsan sebanyak 100 ml. Mengoven selama 30 menit.

 
Dinimbang berat kertas saring tersebut. Memasukkan CPO dan olein sebanayak 20 gram ke dalam masing-masing Erlenmeyer.
1.         Menambahkan 100 ml PE ke dalam masing-masing Erlenmeyer.

 
Dinyaring kedua dalam bahan dengan menggunakan kertas saring dibantu dengan crucible agar mempercepat filtrasi. Menimbang masing-masing kertas saring dari kdua bahan tersebut.

 
Dioven masing-masing kertas saring selama 30 menit. Mengurangi kadar air.deskutur selama 15 menit. Menimbang masing-masing kertas saring dari kedua bahan tersebut.

 
 
























Gambar 1. Diagram alir Penentuan Kadar Kotoran pada Minyak 
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.             Hasil Pengamatan  
                        Hasil pengmatan praktikum Penentuan Kadar Kotoran pada Minyak pada tabel 1 di bawah ini
  Tabel 1. Hasil pengamatan Penentuan Kadar Kotoran.
No
Bahan
A
B
C
Kadar Kotoran
1.
CPO
20
1,90
1,49
2,05 %
2.
Minyak kelapa sawit
20
1,91
1,51
2  %
Keterangan :
A : Berat bahan
B : Kertas saring dan bahan sebelum di oven
C : Kertas saring dan bahan setelah di oven

Rumus Perhitungan :   x 100%
1. CPO                                                =  x 100%
                                                 =  x 100%
= 2,05 %

2. Minyak kelapa sawit           =  x 100%
                                               =  x 100%
                                               = x 100%
                                                = 2 %
B.             Pembahasan
Praktikum kali ini membahas mengenai penentuan kadar kotoran pada minyak. Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu mengetahui kadar kotoran pada minyak ialah bertujuan untuk mengetahui kadar asam lemak bebas dan kadar air pada minyak CPO, kadar kotoran dihitung dengan bahan yang terkandung dalam minyak sawit mentah yang tidak larut dalam n-hexsane. Setelah dilakukan percobaan mengenai penentuan kadar kotoran minyak ini, di dapatkan hasil perhitungan kadar kotoran pada bahan minyak sawit kasar (CPO) sebanyak 2,05% dan banyak kadar kotoran pada bahan olein ialah sebesar 2 %. Ini membuktikan bahwa kadar kotoran pada kedua bahan percobaan ini telah melebihi batas yang telah ditetapkan SNI.
Mutu minyak kelapa sawit yang baik mempunyai kadar air kurang dari 0,1% dan kadar kotoran lebih kecil dari 0,01%, kandungan asam lemak bebas serendah mungkin (kurang lebih 2% atau kurang),bilangan perioksida dibawah 2, bebas dari warna merah dan kuning, (harus berwarna pucat) tidak berwarna hijau, jernih, dan kandungan berat serendah mungkin atau bebas dari ion logam. Standart mutu merupakan hal yang penting untuk menentukan minyak yang bermutu baik. ada beberapa faktor yang menentukan standart mutu yaitu: kandungan air dan kotoran minyak, kandungan asam lemak bebas, warna, dan bilangan peroksida, faktor lain yang mempengaruhi standart lain adalah titik cair dan kandungan gliserda, refining loss, plastisitas dan spreadadility,kejernihan kandungan logam berat dan bilangan penyabunan.













BAB V
PENUTUP
A.            Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat disimpulkan dari praktikum penentuan kadar kotoran pada minyak yaitu :
1.                  Standart mutu adalah merupakan hal yang penting untuk  menentukan minyak bermutu baik atau tidak.
2.                  Beberapa faktor yang menentukan standart mutu yaitu: kandungan air dan kotoran minyak, kandungan asam lemak bebas, warna, dan bilangan peroksida, faktor lain yang mempengaruhi standart lain adalah titik cair dan kandungan gliserda, refining loss, plastisitas dan spreadadility, kejernihan kandungan logam berat dan bilangan penyabunan.
3.                  Mutu minyak kelapa sawit yang baik mempunyai kadar air kurang dari 0,1% dan kadar kotoran lebih kecil dari 0,01%, kandungan asam lemak bebas serendah mungkin (kurang lebih 2% atau kurang),bilangan perioksida dibawah 2.
4.                  Kadar kotoran dihitung dengan bahan yang terkandung dalam minyak sawit mentah yang tidak larut dalam n-heksan atau light petroleum.
5.                  Hasil pengamatan, di dapatkan hasil kadar kotoran pada bahan minyak sawit kasar (CPO) sebanyak 2,05% dan banyak kadar kotoran pada bahan olein ialah sebesar 2 %.


DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2016Penuntun Praktikum Kimia DasarLaboratorium Unit Kimia. UPT. Laboratorium Dasar. Universitas Haluoleo. Kendari
Edi, S. 2012. Penentuan Kadar Kotoran Pada CPO (Crude Palm Oil). USU. Sumatera Utara.
Fessenden & Fessenden. 1986. Kimia Organik. Jilid 2. Edisi Ketiga. Jakarta. Erlangga.
Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta.