KETENGIKAN ( RANCIDITY ) PADA MINYAK/LEMAK METODE KUANTITATIF
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
KIMIA HASIL PERTANIAN
Disusun Oleh :
ARI BETRANDU
15/17419/THP-STPK-B
SARJANA
TEKNOLOGI PENGOLAHAN KELAPA SAWIT DAN TURUNANNYA
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN STIPER
YOGYAKARTA
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Lemak dan minyak adalah
bahan-bahan yang tidak larut dalam air yang berasal dari tumbuh tumbuhan dan
hewan. Lemak dan minyak yang digunakan dalam makanan sebagian besar adalah
trigliserida yang merupakan ester dari gliserol dan berbagai asam lemak. Lemak
dan minyak terdapat pada hampir semua bahan pangan dengan kandungan yang
berbeda-beda (Winarno, 1992).
Pada
lemak dan minyak dikenal kerusakan yang utama, yaitu ketengikan. Ketengikan
adalah proses kerusakan minyak goreng yang menyebabkan adanya citarasa dan bau
yang tidak enak. Ini akibat dari proses peruraian minyak karena rembesan air
(hidrolisis) dan kerusakan minyak karena adanya oksigen (oksidasi). Ketengikan
terjadi bila komponen cita-rasa dan bau mudah menguap terbentuk sebagai akibat
kerusakan oksidatif dari lemak dan minyak yang tak jenuh. Komponen-komponen ini
menyebabkan bau dan cita-rasa yang tidak dinginkan dalam lemak dan minyak dan
produk-produk yang mengandung lemak dan minyak itu (Ketaren, 1986).
Penyebab
ketengikan pada minyak dapat disebabkan karena proses oksidasi, enzimatis, dan
juga dapat disebabkan oleh proses hidrolisis. Ketengikan oleh oksidasi terjadi
karena proses oksidasi oleh oksigen udara terhadap asam lemak tidak jenuh dalam
minyak. Pada suhu kamar sampai suhu 100 oC, setiap satu ikatan tidak jenuh
dapat mengabsorbsi dua atom oksigen sehingga terbentuk dua persenyawaan
peroksida yang bersifat labil. Pembentukan peroksida ini dipercepat dengan
adanya cahaya, suasana asam, kelembaban,udara dan katalis (Anonimb, 2005). Ketengikan oleh proses hidrolisis
disebabkan oleh hasil hidrolisis minyak yang mengandung asam lemak jenuh
berantai pendek. Ketengikan enzimatis disebabkan oleh aktivitas organisme yang
menghasilkan enzim tertentu yang dapat menguraikan trigliserid menjadi asam lemak
bebas dan gliserol. Enzim peroksidase dapat mengoksidasi asam lemak tidak jenuh
sehingga terbentuk peroksida (Anonim, 2016).
Asam
lemak bebas adalah asam lemak yang berada sebagai asam bebas tidak terikat
sebagai trigliserida. Asam lemak bebas dihasilkan oleh proses hidrolisis dan
oksidasi biasanya bergabung dengan lemak netral. Hasil reaksi hidrolisa minyak
sawit adalah gliserol dan ALB. Reaksi ini akan dipercepat dengan adanya
faktor-faktor panas, air, keasaman, dan katalis (enzim). Semakin lama reaksi
ini berlangsung, maka semakin banyak kadar ALB yang terbentuk (Anonim, 2016).
Kadar
asam lemak bebas dalam minyak kelapa sawit, biasanya hanya dibawah 1%. Lemak
dengan kadar asam lemak bebas lebih besar dari 1%, jika dicicipi akan terasa
pada permukaan lidah dan tidak berbau tengik, namun intensitasnya tidak
bertambah dengan bertambahnya jumlah asam lemak bebas. Asam lemak bebas,
walaupun berada dalam jumlah kecil mengakibatkan rasa tidak lezat. Hal ini
berlaku pada lemak yang mengandung asam lemak tidak dapat menguap, dengan
jumlah atom C lebih besar dari 14 (Ketaren, 1986)
B.
Tujuan Praktikum
1.
Mempelajari
ketengikan minyak/lemak secara kuantitatif dengan penentuan kadar asam lemak
(ALB) pada minyak
C.
Manfaat Praktikum
1. Dapat mengetahui kadar asam lemak (ALB) pada minyak
akbiat ketengikan (Rancidity).
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Minyak Kelapa Sawit Kasar (CPO)
Saat
ini ketersediaan minyak bumi semakin terbatas, menyebabkan perhatian terhadap
penggunaan minyak nabati sebagai bahan bakar alternatif semakin diminati. Salah satu bahan alternatif
yang digunakan adalah minyak kelapa sawit. Minyak sawit digunakan sebagai
kebutuhan bahan pangan, industri kosmetik, industri kimia, dan industri pakan
ternak. Kebutuhan minyak sawit sebesar 90% digunakan untuk bahan pangan seperti
minyak goreng, margarin, shortening, pengganti lemak kakao dan untuk kebutuhan
industri roti, cokelat, es krim, biskuit, dan makanan ringan. Kebutuhan 10%
dari minyak sawit lainnya digunakan untuk industri oleokimia yang menghasilkan asam
lemak, fatty alcohol, gliserol, dan metil ester (Sulastri,Yeni 2010).
Crude Palm
Oil (CPO) adalah
minyak yang berasal
dari daging buah
sawit yang telah melewati
tahap perebusan di
sterilizing station dan
dilanjutkan dengan pengepresan di
pressing station. Dalam daging buah sawit terdapat 43% crude palm oil yang tersusun atas berbagai
jenis asam lemak, yaitu asam palmitat (C16)
40%-46%, asam Oleat (C18-1) 39%-45%, asam linoleat (C18-2) 7%-11%, asam
stearat (C18) 3,6%-4,7% dan asam
miristat (C14) 1,1%-2,5%. Crude palm oil (CPO) mengandung
asam lemak bebas yang relatif
tinggi berkisar 3%-5%, sedangkan untuk memproduksi
biodiesel asam lemak
bebas harus ≤ 2%.
Untuk itu, dalam penelitian ini dibutuhkan perlakuan untuk menurunkan kandungan
asam lemak bebas sebelum crude palm oil
(CPO) digunakan sebagai bahan
baku biodiesel melalui reaksi esterifikasi.
Kadar asam lemak
bebas dalam crude
palm oil (CPO) dipengaruhi oleh
tingkat kematangan (ripe)
dari buah kelapa
sawit. Semakin lewat matang buah
kelapa sawit yang digunakan sebagai bahan baku, semakin tinggi pula kadar asam
lemak bebas. Kenaikan kadar ALB juga
turut dipercepat oleh
faktor panas, H2O, keasaman dan biokatalis (Anonim, 2005).
Minyak kelapa sawit kasar
yang dikenal dengan istilah CPO (Crude Palm Oil) adalah minyak yang diperoleh
dari ekstraksi bagian mesokarp buah. Komponen penyusun minyak sawit terdiri
dari campuran trigliserida dan komponen lainnya yang merupakan komponen minor.
Trigliserida terdapat dalam jumlah yang besar sedangkan komponen minor terdapat
dalam jumlah yang relatif kecil namun keduanya memegang peranan dalam
menentukan kualitas minyak sawit. Standar mutu menetapkan bahwa standar mutu
minyak kasar kelapa sawit seperti pada Tabel 1 berikut ini:
Tabel 1. Standar Mutu Minyak Kasar Kelapa Sawit
kriteria
|
Satuan
|
persyaratan
|
Warna
|
-
|
Jingga
kemerahan
|
Kadar
air dan kotoran
|
%
fraksimassa
|
0,5
maks
|
Asam
lemak bebas
|
%
fraksimassa
|
0,5
maks
|
Bilangan
yodium
|
G
yodium/100 gr
|
50-55
|
Sumber : BSN 2006.
B.
Minyak Goreng Kelapa Sawit
Minyak
goreng adalah lemak yang digunakan untuk medium penggoreng. Secara umum, di
pasaran ditawarkan dua macam minyak goreng: minyak goreng nabati yang berasal
dari tanaman dan hewani berasal dari hewan. Saat ini yang paling umum digunakan
di Indonesia, adalah minyak yang berasal dari nabati (Hariskal, 2009).
Begitu
banyak jenis minyak yang beredar di pasaran saat ini. Di antaranya minyak
bermerek, minyak kelapa sawit, minyak curah dan lain lain.Dari segi kandungan,
minyak curah kadar lemaknya lebih tinggi dan juga kandungan asam oleat
dibanding minyak kemasan (Citra, 2007).
Mulai
dari proses produksi, minyak goreng kemasan selalu melalui dua kali
penyaringan, sedangkan minyak goreng curah hanya melalui proses penyaringan
satu, atau hanya sampai pada tahap olein saja, sehingga masih mengandung minyak
fraksi padat. Perbedaan proses ini pula yang kemudian menyebabkan warna minyak
goreng kemasan lebih jernih dari minyak goreng curah. Adapun dari segi kandungannya,
kadar lemak dan asam oleat pada minyak curah juga lebih tinggi dibanding minyak
kemasan (Cemerlang, 2013)
Minyak
goreng yang baik memiliki standar mutu yang telah ditentukan oleh SNI. Standar
mutu minyak goreng, telah dirumuskan dan ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN). Standar
mutu tersebut yaitu SNI 01-3741-2002, SNI ini merupakan revisi dari SNI
01-3741-1995, menetapkan bahwa standar mutu minyak goreng seperti pada Tabel 1
berikut ini:
Tabel 1. Standar Mutu Minyak Goreng
Berdasarkan SNI
C.
Minyak Goreng Kelapa Sawit bekas
Minyak goreng bekas merupakan minyak
goreng yang sudah digunakan baik satu kali maupun berulang-ulang dan tingkat
kerusakan minyak sebanding dengan interval penggorengan (Ahmadi, 2009).
Kerusakan
minyak akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi bahan pangan yang digoreng. Minyak
yang rusak akibat proses oksidasi dan polimerisasi akan menghasilkan bahan
dengan rupa yang kurang menarik dan cita rasa yang tidak enak, serta kerusakan
sebagian vitamin dan asam lemak esensial yang terdapat dalam rninyak. Oksidasi
minyak akan menghasilkan senyawa aldehida, keton, hidrokarbon, alkohol, lakton
serta senyawa aromatis yang mempunyai bau tengik dan rasa getir. Pembentukan
senyawa polimer selama proses menggoreng terjadi karena reaksi polimerisasi
adisi dari asam lemak tidak jenuh. Hal ini terbukti dengan terbentuknya bahan
menyerupai gum yang mengendap di dasar tempat penggorengan (Ketaren, 1986)
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A.
Tempat & Waktu Praktikum
Praktikum
dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian, Institut Pertanian
Stiper, Yogyakarta. Praktikum dilaksanakan pada hari Jumat, 21 Oktober 2016.
B.
Alat Dan Bahan
Alat – alat yang digunakan dalam praktikum pengaruh suhu
terhadap minyak/lemak yaitu timbang analitik tabung reaksi, rak reaksi, erlemayer, boll pipet,
gelas ukur , statif sedangkan bahan yang digunakan yaitu minyak sawit kasar (
CPO ), minyak goreng kelapa sawit ,minyak kelapa, indikator pp, NaOH, dan
alkohol.
C.
Prosedur Praktikum
1.
Teoritis
Diagram
alir pelaksanakan praktikum di sajikan secara sekematis pada gambar 1. Menimbang 20 g masing-masing minyak pada
timbangan analitik. Memindahkan secara kuantitatif didalam erlenmeyer dan
menambahkan 50 ml alcohol 95 %. Memanaskan sampai mendidih dan menggojog
kuat-kuat untuk melarutkan asam lemak bebasnya. Menitrasi dengan 0,1 N NaOH
sampai tercatat warna merah muda dengan indicator phenolptalein, dan catat ml
alkali yang dibutuhkan dalam titrasi tersebut.
2.
Skematis
Sampel CPO , minyak
kelapa sawit , minyak bekas, NaOH,indikator pp
Ditimbang 20 g masing-masing
minyak pada timbangan analitik
|
Dipindahkan secara
kuantitatif didalam erlenmeyer dan ditambahkan 50 ml alcohol 95 %
|
Dihitung kadar asam lemak
bebas dari hasil pengamatan
|
Dititrasi dengan 0,1 N NaOH
sampai tercatat warna merah muda dengan indicator phenolptalein, dan catat
ml alkali yang dibutuhkan dalam titrasi tersebut
|
Dipanaskan sampai mendidih
dan digojog kuat-kuat untuk melarutkan asam lemak bebasnya
|
Gambar 1. Diagram alir Pengujian Ketengikan Metode Kuantitatif
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil Pengamatan
Hasil
pengmatan praktikum Pengujian
Ketengikan Metode Kuantitatif dari di
sajikan pada tabel 1 di bawah ini
Tabel 1. Hasil pengamatan Pengujian Ketengikan Metode
Kuantitatif.
No
|
Sampel
|
Berat sempel (gr)
|
Volume titrasi (ml)
|
Kadar ALB %
|
1.
|
CPO
|
20
|
42
|
0.05376
|
2.
|
Minyak goreng baru
|
20
|
1
|
0.0128
|
3.
|
Minyak goreng bekas
|
20
|
5
|
0,0064
|
Perhitungan :
Kadar ALB = BM
x V NaOH x N NaOH x 100%
Berat sample x 1000
a.
CPO = BM x V NaOH x N NaOH x 100%
Berat
sample x 1000
=
2,56 x 42 ml x 0,1 N x 100%
209 x
1000
=
0,05376 %
b.
M goreng baru = BM x V NaOH x N NaOH x 100%
Berat
sample x 1000
=
2,56 x 1 ml x 0,1 N x 100%
20 x
1000
=
0,0128 %
c.
M goreng bekas = BM x V NaOH x N NaOH x 100%
Berat
sample x 1000
=
2,56 x 5 ml x 0,1 N x 100%
20 x
1000
=
0,0064 %
B.
Pembahasan
Praktikum
kali ini membahas mengenai ketengikan (
rancidity ) pada minyak/lemak dengan metode kuantitatif. Ketengikan
merupakan masalah dalam produksi kelapa minyak kelapa sawit, juga banayk
disebabkan oleh berbagai factor antara lain, panen sampai pengolahan
berindikasi kearah kerusakn minyak atau tengik (Rancidity). Ketengikan disebabkan oleh oksidasi dimana pada proses
oksidasi ini disebut juga proses ketengikan oksidatif yang diakibatkan oleh
proses oksidasi lemak pada minyak. Penyebab utama oksidasi lemak adalah
autooksidasi.
Praktikum
uji ketengikan secara kuantitatif dengan menguji pada beberapa bahan yang
terdiri dari minyak sawit kasar atau CPO minyak goreng sawit baru atau Olein
dan minyak goreng sawit yang rusak, dari beberapa variable yang telah diuji
terdapt banyak perbedaan yang signifikan, dari ketiga bahan tersebut dilihat
perbedaan dengan mata telanjang. Dan tambahan lain seperti alkohol yang berfungsi
sebagi pelarut minyak karena minyak dapat larut dalam alkohol, indicator PP ( phenolphatalin) berfungsi untuk sebagai
penunjuk perubahn warna pada bahan yang akan diuji. NaOH merupakan basa kuat
berfungsi sebagai titran dalam pengujian ketengikan minyak. Titik ekeuvalen
adalah dimana titik asam dan titik basa mempunyai konsentrasi sama.
Ini dilakukan guna melihat perbedaan dari
ketiga jenis minyak yang akan diuji ketengikannya, untuk pertama dilakukan
adalah melihat perbedaan warna dari ketiga jenis minyak tersebut yaitu
CPO,Olein dan Minyak goreng bekas berturut-turut untuk warna awal dan akhir
yaitu oranye sampai pada kuning keruh , kuning bening sampai merah
muda kekuningan dan yang terakhir putih kekuningan sampai warna akhir merah
muda.
Sementara
untuk volume NaOH yang dibutuhkan untuk melakuan titrasi terhadap ketiga jenis
variable tersebut yaitu untuk CPO lebih besar dari 40 mili, untuk minyak sawit
baru atau Olein hanya 1 ml dan untuk
minyak sawit bekas hanya 5 ml, perbedaan volume yang sangat signifikan ini dipengaruhi
oleh berat jenis serta berat molekul dari masing- masing bahan yang diuji, dan
juga di pengaruh oleh kekentalan serat kepekatan warna, dan juga kesalah dalam
mengalisi serta penakaran bahn yang akan dicampur dalam bahan ini juga merupaka
factor mengapa perbedaan dari ketiga bahan tersebut sangat jauh berbeda.
Untuk
perhitungan asam lemak bebas dari ketiga jenis variable untuk minyak goreng
kasar CPO yaitu 0,05376 % untuk minyak goreng sawit baru kadar asam lemak
bebasnya yaitu 0,0128 % dan minyak goreng sawit bekas kadar asam lemak bebasnya
yaitu 0,0064 %.
Asam
lemak bebas dalam teori tidak boleh melampaui 3 % , untuk kadar asam lemak
bebas pada minyak goreng kelapa sawit baru 0,3 % dan untuk kadar asam lemak
bebas pada minyak goreng bekas berkisar 1,024 %. Dari hasil praktikum dapat
diketahui bahwa hasil yang diperoleh kadar masing-masing bahan belum melampaui
batas persentase tengik.
.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Adapun yang dapat disimpulakan dari praktikum
ketengikan (Rancidity) pada minyak/
lemak metode kuantitatif yaitu:
1. Ketengikan
merupakan masalah dalam produksi kelapa minyak kelapa sawit, juga banyak
disebabkan oleh berbagai factor antara lain, panen sampai pengolahan.
2. Alkohol
yang berfunsi sebagi pelarut minyak karena minyak dapat larut dalam alcohol,
indicator PP ( phenolphatalin) berfungsi untuk sebagai penunjuk perubahn warna
pada bahan yang akan diuji. NaOH merupakan basa kuat berfungsi sebagai titran
dalam pengujian ketengikan minyak. Titik ekeuvalen adalah dimana titik asam dan
titik basa mempunyai konsentrasi sama.
3. CPO,Olein
dan Minyak goreng bekas berturut-turut untuk warna awal dan akhir yaitu
oranye sampai pada kuning keruh , kuning bening sampai merah
muda kekuningan dan yang terhir putih kekuningan sampai warna akhir pink.
4. Asam
lemak bebas dari ketiga jenis variable untuk minyak goreng kasar CPO yaitu 0,05376
% untuk minyak goreng sawit baru kadar asam lemak bebasnya yaitu 0,0128 % dan
minyak goreng sawit bekas kadar asam lemak bebasnya yaitu 0,0064 %.
5. Asam
lemak bebas dalam teori tidak boleh melampaui 3% , untuk kadar asam lemak bebas
pada minyak goreng kelapa sawit baru 0,3% dan untuk kadar asam lemak bebas pada
minyak goreng bekas berkisar 1,024%
DAFTAR
PUSTAKA
Anonima, 2016. Petunjuk Praktikum Kimia Hasil Pertanian Program STPK. Institut
Pertanian Stiper. Yogyakarta.
Anonimb,
2005. Info Teknologi Pangan : Keamanan Pangan. IPB,
Bogor.
Citra, 2007. Minyak
dan Lemak (Angka Asam). UGMPress, Yogya.
Cemerlang, 2013. “Pengantar Kimia Organik”. Jakarta : PT
RINEKA CIPTA
Hariskal, 1984. “Kimia
Organic Edisi Ke Dua”. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan.
Universitas Indonesia. Jakarta.
Winarno, F, G, 2004.Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia
Pustaka Utama : Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar