Senin, 07 November 2016

KETENGIKAN ( RANCIDITY ) PADA MINYAK/LEMAK METODE KUANTITATIF
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
KIMIA HASIL PERTANIAN










Disusun Oleh :
ARI BETRANDU
15/17419/THP-STPK-B




SARJANA TEKNOLOGI PENGOLAHAN KELAPA SAWIT DAN TURUNANNYA
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN STIPER
YOGYAKARTA
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
               Lemak dan minyak adalah bahan-bahan yang tidak larut dalam air yang berasal dari tumbuh tumbuhan dan hewan. Lemak dan minyak yang digunakan dalam makanan sebagian besar adalah trigliserida yang merupakan ester dari gliserol dan berbagai asam lemak. Lemak dan minyak terdapat pada hampir semua bahan pangan dengan kandungan yang berbeda-beda (Winarno, 1992).
               Pada lemak dan minyak dikenal kerusakan yang utama, yaitu ketengikan. Ketengikan adalah proses kerusakan minyak goreng yang menyebabkan adanya citarasa dan bau yang tidak enak. Ini akibat dari proses peruraian minyak karena rembesan air (hidrolisis) dan kerusakan minyak karena adanya oksigen (oksidasi). Ketengikan terjadi bila komponen cita-rasa dan bau mudah menguap terbentuk sebagai akibat kerusakan oksidatif dari lemak dan minyak yang tak jenuh. Komponen-komponen ini menyebabkan bau dan cita-rasa yang tidak dinginkan dalam lemak dan minyak dan produk-produk yang mengandung lemak dan minyak itu (Ketaren, 1986).
               Penyebab ketengikan pada minyak dapat disebabkan karena proses oksidasi, enzimatis, dan juga dapat disebabkan oleh proses hidrolisis. Ketengikan oleh oksidasi terjadi karena proses oksidasi oleh oksigen udara terhadap asam lemak tidak jenuh dalam minyak. Pada suhu kamar sampai suhu 100 oC, setiap satu ikatan tidak jenuh dapat mengabsorbsi dua atom oksigen sehingga terbentuk dua persenyawaan peroksida yang bersifat labil. Pembentukan peroksida ini dipercepat dengan adanya cahaya, suasana asam, kelembaban,udara dan katalis (Anonimb, 2005).      Ketengikan oleh proses hidrolisis disebabkan oleh hasil hidrolisis minyak yang mengandung asam lemak jenuh berantai pendek. Ketengikan enzimatis disebabkan oleh aktivitas organisme yang menghasilkan enzim tertentu yang dapat menguraikan trigliserid menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Enzim peroksidase dapat mengoksidasi asam lemak tidak jenuh sehingga terbentuk peroksida (Anonim, 2016).
               Asam lemak bebas adalah asam lemak yang berada sebagai asam bebas tidak terikat sebagai trigliserida. Asam lemak bebas dihasilkan oleh proses hidrolisis dan oksidasi biasanya bergabung dengan lemak netral. Hasil reaksi hidrolisa minyak sawit adalah gliserol dan ALB. Reaksi ini akan dipercepat dengan adanya faktor-faktor panas, air, keasaman, dan katalis (enzim). Semakin lama reaksi ini berlangsung, maka semakin banyak kadar ALB yang terbentuk (Anonim, 2016).
               Kadar asam lemak bebas dalam minyak kelapa sawit, biasanya hanya dibawah 1%. Lemak dengan kadar asam lemak bebas lebih besar dari 1%, jika dicicipi akan terasa pada permukaan lidah dan tidak berbau tengik, namun intensitasnya tidak bertambah dengan bertambahnya jumlah asam lemak bebas. Asam lemak bebas, walaupun berada dalam jumlah kecil mengakibatkan rasa tidak lezat. Hal ini berlaku pada lemak yang mengandung asam lemak tidak dapat menguap, dengan jumlah atom C lebih besar dari 14 (Ketaren, 1986)
B.     Tujuan Praktikum
1.      Mempelajari ketengikan minyak/lemak secara kuantitatif dengan penentuan kadar asam lemak (ALB) pada minyak
C.    Manfaat Praktikum
1.      Dapat mengetahui kadar asam lemak (ALB) pada minyak akbiat ketengikan (Rancidity).








BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.           Minyak Kelapa Sawit Kasar (CPO)
                    Saat ini ketersediaan minyak bumi semakin terbatas, menyebabkan perhatian terhadap penggunaan minyak nabati sebagai bahan bakar alternatif  semakin diminati. Salah satu bahan alternatif yang digunakan adalah minyak kelapa sawit. Minyak sawit digunakan sebagai kebutuhan bahan pangan, industri kosmetik, industri kimia, dan industri pakan ternak. Kebutuhan minyak sawit sebesar 90% digunakan untuk bahan pangan seperti minyak goreng, margarin, shortening, pengganti lemak kakao dan untuk kebutuhan industri roti, cokelat, es krim, biskuit, dan makanan ringan. Kebutuhan 10% dari minyak sawit lainnya digunakan untuk industri oleokimia yang menghasilkan asam lemak, fatty alcohol, gliserol, dan metil ester (Sulastri,Yeni 2010).
                   Crude  Palm  Oil  (CPO)  adalah  minyak  yang  berasal  dari  daging  buah  sawit  yang telah  melewati  tahap  perebusan  di  sterilizing  station  dan  dilanjutkan  dengan pengepresan di pressing station. Dalam daging buah sawit terdapat 43%  crude palm oil yang tersusun atas berbagai jenis asam lemak, yaitu asam palmitat (C16)  40%-46%, asam Oleat (C18-1) 39%-45%, asam linoleat (C18-2) 7%-11%, asam stearat (C18) 3,6%-4,7% dan  asam miristat  (C14)  1,1%-2,5%. Crude palm oil (CPO) mengandung asam lemak bebas  yang  relatif  tinggi  berkisar  3%-5%, sedangkan untuk  memproduksi  biodiesel  asam  lemak  bebas  harus  ≤  2%. Untuk itu, dalam penelitian ini dibutuhkan perlakuan untuk menurunkan kandungan asam lemak bebas sebelum crude palm oil  (CPO) digunakan sebagai bahan  baku biodiesel melalui  reaksi  esterifikasi.  Kadar  asam  lemak  bebas  dalam  crude  palm  oil  (CPO) dipengaruhi  oleh  tingkat  kematangan  (ripe)  dari  buah  kelapa  sawit. Semakin  lewat matang buah kelapa sawit yang digunakan sebagai bahan baku, semakin tinggi pula kadar asam lemak bebas. Kenaikan kadar ALB juga  turut  dipercepat  oleh  faktor panas, H2O, keasaman dan biokatalis (Anonim, 2005).
                   Minyak kelapa sawit kasar yang dikenal dengan istilah CPO (Crude Palm Oil) adalah minyak yang diperoleh dari ekstraksi bagian mesokarp buah. Komponen penyusun minyak sawit terdiri dari campuran trigliserida dan komponen lainnya yang merupakan komponen minor. Trigliserida terdapat dalam jumlah yang besar sedangkan komponen minor terdapat dalam jumlah yang relatif kecil namun keduanya memegang peranan dalam menentukan kualitas minyak sawit. Standar mutu menetapkan bahwa standar mutu minyak kasar kelapa sawit seperti pada Tabel 1 berikut ini:
                   Tabel 1. Standar Mutu Minyak Kasar Kelapa Sawit
kriteria
Satuan
persyaratan
Warna        
                   -
Jingga kemerahan
Kadar air dan kotoran
% fraksimassa
0,5 maks
Asam lemak bebas
% fraksimassa
0,5 maks
Bilangan yodium
G yodium/100 gr
50-55
                   Sumber : BSN 2006.
B.            Minyak Goreng Kelapa Sawit
Minyak goreng adalah lemak yang digunakan untuk medium penggoreng. Secara umum, di pasaran ditawarkan dua macam minyak goreng: minyak goreng nabati yang berasal dari tanaman dan hewani berasal dari hewan. Saat ini yang paling umum digunakan di Indonesia, adalah minyak yang berasal dari nabati (Hariskal, 2009).
Begitu banyak jenis minyak yang beredar di pasaran saat ini. Di antaranya minyak bermerek, minyak kelapa sawit, minyak curah dan lain lain.Dari segi kandungan, minyak curah kadar lemaknya lebih tinggi dan juga kandungan asam oleat dibanding minyak kemasan (Citra, 2007).
Mulai dari proses produksi, minyak goreng kemasan selalu melalui dua kali penyaringan, sedangkan minyak goreng curah hanya melalui proses penyaringan satu, atau hanya sampai pada tahap olein saja, sehingga masih mengandung minyak fraksi padat. Perbedaan proses ini pula yang kemudian menyebabkan warna minyak goreng kemasan lebih jernih dari minyak goreng curah. Adapun dari segi kandungannya, kadar lemak dan asam oleat pada minyak curah juga lebih tinggi dibanding minyak kemasan (Cemerlang, 2013)
Minyak goreng yang baik memiliki standar mutu yang telah ditentukan oleh SNI. Standar mutu minyak goreng, telah dirumuskan dan ditetapkan oleh  Badan Standarisasi Nasional (BSN). Standar mutu tersebut yaitu SNI 01-3741-2002, SNI ini merupakan revisi dari SNI 01-3741-1995, menetapkan bahwa standar mutu minyak goreng seperti pada Tabel 1 berikut ini:
Tabel 1. Standar Mutu Minyak Goreng Berdasarkan SNI
C.           Minyak Goreng Kelapa Sawit bekas
         Minyak goreng bekas merupakan minyak goreng yang sudah digunakan baik satu kali maupun berulang-ulang dan tingkat kerusakan minyak sebanding dengan interval penggorengan (Ahmadi, 2009).
         Kerusakan minyak akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi bahan pangan yang digoreng. Minyak yang rusak akibat proses oksidasi dan polimerisasi akan menghasilkan bahan dengan rupa yang kurang menarik dan cita rasa yang tidak enak, serta kerusakan sebagian vitamin dan asam lemak esensial yang terdapat dalam rninyak. Oksidasi minyak akan menghasilkan senyawa aldehida, keton, hidrokarbon, alkohol, lakton serta senyawa aromatis yang mempunyai bau tengik dan rasa getir. Pembentukan senyawa polimer selama proses menggoreng terjadi karena reaksi polimerisasi adisi dari asam lemak tidak jenuh. Hal ini terbukti dengan terbentuknya bahan menyerupai gum yang mengendap di dasar tempat penggorengan (Ketaren, 1986)























BAB III
METODE PRAKTIKUM
A.           Tempat & Waktu Praktikum
Praktikum dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian, Institut Pertanian Stiper, Yogyakarta. Praktikum dilaksanakan pada hari Jumat, 21 Oktober 2016.
B.            Alat Dan Bahan
Alat – alat  yang digunakan dalam praktikum pengaruh suhu terhadap minyak/lemak yaitu timbang analitik tabung reaksi, rak reaksi, erlemayer, boll pipet, gelas ukur , statif sedangkan bahan yang digunakan yaitu minyak sawit kasar ( CPO ), minyak goreng kelapa sawit ,minyak kelapa, indikator pp, NaOH, dan alkohol.
C.           Prosedur Praktikum
1.            Teoritis
     Diagram alir pelaksanakan praktikum di sajikan secara sekematis pada gambar 1.  Menimbang 20 g masing-masing minyak pada timbangan analitik. Memindahkan secara kuantitatif didalam erlenmeyer dan menambahkan 50 ml alcohol 95 %. Memanaskan sampai mendidih dan menggojog kuat-kuat untuk melarutkan asam lemak bebasnya. Menitrasi dengan 0,1 N NaOH sampai tercatat warna merah muda dengan indicator phenolptalein, dan catat ml alkali yang dibutuhkan dalam titrasi tersebut.





2.         Skematis
Sampel CPO , minyak kelapa sawit , minyak bekas, NaOH,indikator pp

Ditimbang 20 g masing-masing minyak pada timbangan analitik

Dipindahkan secara kuantitatif didalam erlenmeyer dan ditambahkan 50 ml alcohol 95 %

Dihitung kadar asam lemak bebas dari hasil pengamatan

Dititrasi dengan 0,1 N NaOH sampai tercatat warna merah muda dengan indicator phenolptalein, dan catat ml alkali yang dibutuhkan dalam titrasi tersebut

Dipanaskan sampai mendidih dan digojog kuat-kuat untuk melarutkan asam lemak bebasnya
 

























              Gambar 1. Diagram alir Pengujian Ketengikan Metode Kuantitatif

                                                                                                                   
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN  PEMBAHASAN
A.           Hasil Pengamatan
        Hasil pengmatan praktikum Pengujian Ketengikan Metode Kuantitatif dari di sajikan pada tabel 1 di bawah ini
Tabel 1. Hasil pengamatan Pengujian Ketengikan Metode Kuantitatif.
No
Sampel
Berat sempel (gr)
Volume titrasi (ml)
Kadar ALB %
1.
CPO
20
42
0.05376
2.
Minyak goreng baru
20
1
0.0128
3.
Minyak goreng bekas
20
5
0,0064
          Perhitungan :
Kadar ALB                   =  BM x V NaOH x N NaOH   x 100%
                                     Berat sample x 1000

a.       CPO                       =  BM x V NaOH x N NaOH   x 100%
                                    Berat sample x 1000
                        =  2,56 x 42 ml x 0,1 N   x 100%
                                    209 x 1000
                                                = 0,05376 %
b.      M goreng baru       =  BM x V NaOH x N NaOH   x 100%
                                    Berat sample x 1000
                        =  2,56 x 1 ml x 0,1 N   x 100%
                                    20 x 1000
                                                = 0,0128 %
c.       M goreng bekas     =  BM x V NaOH x N NaOH   x 100%
                                    Berat sample x 1000
                        = 2,56 x 5 ml x 0,1 N   x 100%
                                    20 x 1000
                                                = 0,0064 %

B.            Pembahasan
Praktikum kali ini membahas mengenai ketengikan ( rancidity ) pada minyak/lemak dengan metode kuantitatif. Ketengikan merupakan masalah dalam produksi kelapa minyak kelapa sawit, juga banayk disebabkan oleh berbagai factor antara lain, panen sampai pengolahan berindikasi kearah kerusakn minyak atau tengik (Rancidity). Ketengikan disebabkan oleh oksidasi dimana pada proses oksidasi ini disebut juga proses ketengikan oksidatif yang diakibatkan oleh proses oksidasi lemak pada minyak. Penyebab utama oksidasi lemak adalah autooksidasi.
Praktikum uji ketengikan secara kuantitatif dengan menguji pada beberapa bahan yang terdiri dari minyak sawit kasar atau CPO minyak goreng sawit baru atau Olein dan minyak goreng sawit yang rusak, dari beberapa variable yang telah diuji terdapt banyak perbedaan yang signifikan, dari ketiga bahan tersebut dilihat perbedaan dengan mata telanjang. Dan tambahan lain seperti alkohol yang berfungsi sebagi pelarut minyak karena minyak dapat larut dalam alkohol, indicator PP ( phenolphatalin) berfungsi untuk sebagai penunjuk perubahn warna pada bahan yang akan diuji. NaOH merupakan basa kuat berfungsi sebagai titran dalam pengujian ketengikan minyak. Titik ekeuvalen adalah dimana titik asam dan titik basa mempunyai konsentrasi sama.
 Ini dilakukan guna melihat perbedaan dari ketiga jenis minyak yang akan diuji ketengikannya, untuk pertama dilakukan adalah melihat perbedaan warna dari ketiga jenis minyak tersebut yaitu CPO,Olein dan Minyak goreng bekas berturut-turut untuk warna awal dan akhir yaitu oranye  sampai pada  kuning keruh , kuning bening sampai merah muda kekuningan dan yang terakhir putih kekuningan sampai warna akhir merah muda.
Sementara untuk volume NaOH yang dibutuhkan untuk melakuan titrasi terhadap ketiga jenis variable tersebut yaitu untuk CPO lebih besar dari 40 mili, untuk minyak sawit baru atau Olein  hanya 1 ml dan untuk minyak sawit bekas hanya 5 ml, perbedaan volume yang sangat signifikan ini dipengaruhi oleh berat jenis serta berat molekul dari masing- masing bahan yang diuji, dan juga di pengaruh oleh kekentalan serat kepekatan warna, dan juga kesalah dalam mengalisi serta penakaran bahn yang akan dicampur dalam bahan ini juga merupaka factor mengapa perbedaan dari ketiga bahan tersebut sangat jauh berbeda.
Untuk perhitungan asam lemak bebas dari ketiga jenis variable untuk minyak goreng kasar CPO yaitu 0,05376 % untuk minyak goreng sawit baru kadar asam lemak bebasnya yaitu 0,0128 % dan minyak goreng sawit bekas kadar asam lemak bebasnya yaitu 0,0064 %.
Asam lemak bebas dalam teori tidak boleh melampaui 3 % , untuk kadar asam lemak bebas pada minyak goreng kelapa sawit baru 0,3 % dan untuk kadar asam lemak bebas pada minyak goreng bekas berkisar 1,024 %. Dari hasil praktikum dapat diketahui bahwa hasil yang diperoleh kadar masing-masing bahan belum melampaui batas persentase tengik.
.





BAB V
PENUTUP
A.           Kesimpulan
Adapun yang dapat disimpulakan dari praktikum ketengikan (Rancidity) pada minyak/ lemak metode kuantitatif yaitu:
1.      Ketengikan merupakan masalah dalam produksi kelapa minyak kelapa sawit, juga banyak disebabkan oleh berbagai factor antara lain, panen sampai pengolahan.
2.    Alkohol yang berfunsi sebagi pelarut minyak karena minyak dapat larut dalam alcohol, indicator PP ( phenolphatalin) berfungsi untuk sebagai penunjuk perubahn warna pada bahan yang akan diuji. NaOH merupakan basa kuat berfungsi sebagai titran dalam pengujian ketengikan minyak. Titik ekeuvalen adalah dimana titik asam dan titik basa mempunyai konsentrasi sama.
3.     CPO,Olein dan Minyak goreng bekas berturut-turut untuk warna awal dan akhir yaitu oranye  sampai pada  kuning keruh , kuning bening sampai merah muda kekuningan dan yang terhir putih kekuningan sampai warna akhir pink.
4.     Asam lemak bebas dari ketiga jenis variable untuk minyak goreng kasar CPO yaitu 0,05376 % untuk minyak goreng sawit baru kadar asam lemak bebasnya yaitu 0,0128 % dan minyak goreng sawit bekas kadar asam lemak bebasnya yaitu 0,0064 %.
5.     Asam lemak bebas dalam teori tidak boleh melampaui 3% , untuk kadar asam lemak bebas pada minyak goreng kelapa sawit baru 0,3% dan untuk kadar asam lemak bebas pada minyak goreng bekas berkisar 1,024%
DAFTAR PUSTAKA
Anonima, 2016. Petunjuk Praktikum Kimia Hasil Pertanian Program STPK. Institut Pertanian Stiper. Yogyakarta.
Anonimb, 2005. Info Teknologi Pangan : Keamanan Pangan. IPB, Bogor.
Citra, 2007. Minyak dan Lemak (Angka Asam). UGMPress, Yogya.
Cemerlang, 2013.  “Pengantar Kimia Organik”. Jakarta : PT RINEKA CIPTA
Hariskal, 1984. “Kimia Organic Edisi Ke Dua”. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Universitas Indonesia. Jakarta.
Winarno, F, G, 2004.Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar