REAKSI
PENYABUNAN MINYAK
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
KIMIA HASIL PERTANIAN

Disusun oleh :
ARI BETRANDU
15/17419/THP-STPK-B
SARJANA TEKNOLOGI PENGOLAHAN KELAPA SAWIT DAN TURUNANNYA
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL
PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN STIPER
YOGYAKARTA
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Lemak
dan minyak adalah bahan-bahan yang tidak larut dalam air yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan dan hewan. Lemak dan minyak yang digunakan dalam makanan
sebagian besar adalah trigliserida yang merupakan ester dari gliserol dan
berbagai asam lemak. Lemak dan minyak terdapat pada hamper semua bahan pangan
dengan kandungan yang berbeda-beda
(Winarno, 1992).
Kata saponifikasi atau saponify berarti membuat
sabun (Latin sapon, = sabun dan –fy adalah akhiran yang
berarti membuat). Bangsa Romawi kuno mulai membuat sabun sejak 2300 tahun yang
lalu dengan memanaskan campuran lemak hewan dengan abu kayu. Pada abad 16 dan
17 di Eropa sabun hanya digunakan dalam bidang pengobatan. Barulah menjelang
abad 19 penggunaan sabun meluas (Kusnawijaya, 1993).
Sabun dibuat dari proses saponifikasi lemak hewan (tallow)
dan dari minyak. Gugus induk lemak disebut fatty acids yang terdiri
dari rantai hidrokarbon panjang (C-12 sampai C18) yang berikatan membentuk
gugus karboksil. Asam lemak rantai pendek jarang digunakan karena menghasilkan
sedikit busa. Reaksi saponifikasi tidak lain adalah hidrolisis basa suatu ester
dengan alkali (NaOH, KOH)
(Kusnawijaya, 1993).
Pada umumnya, alkali yang digunakan dalam pembuatan sabun
pada umumnya hanya NaOH dan KOH, namun kadang juga menggunakan NH4OH.
Sabun yang dibuat dengan NaOH lebih lambat larut dalam air dibandingkan dengan
sabun yang dibuat dengan KOH. Sabun yang terbuat dari alkali kuat (NaOH, KOH)
mempunyai nilai pH antara 9,0 sampai 10,8 sedangkan sabun yang terbuat dari
alkali lemah (NH4OH) akan mempunyai nilai pH yang lebih rendah yaitu
8,0 sampai 9,5 (Matsjeh, 1996).
Sabun merupakan garam dari asam lemah, larutannya agak
basa karena adanya hidrolisis parsial.
Saponifikasi adalah reaksi pembentukan sabun, yang biasanya dengan bahan awal lemak dan basa. Nama lain reaksi saponifikasi adalah reaksi penyabunan. Dalam pengertian teknis, reaksi saponifikasi melibatkan basa (soda kaustik NaOH) yang menghidrolisis trigliserida.
Trigliserida dapat berupa ester asam lemak membentuk garam karboksilat (Matsjeh, 1996).
Minyak
sayuran dan lemak hewani merupakan bahan utama untuk reaksi saponifikasi. Trigliserida dapat diubah menjadi sabun dalam proses satu atau dua tahap. Pada proses satu tahap, trigliserida diperlakukan dengan basa kuat yang akan memutus ikatan ester dan menghasilkan garam asam lemak dan gliserol. Proses ini digunakan dalam industri gliserol. Dengan cara ini, sabun juga dihasilkan dengan cara pengendapan. Peristiwa ini disebut dengan salting out oleh NaCl jenuh (Matsjeh, 1996).
Dalam reaksi saponifikasi, dikenal dengan angka
saponifikasi atau angka penyabunan.
Angka penyabunan adalah jumlah basa yang diperlukan untuk dapat melangsungkan saponifikasi terhadap sampel lemak. Mekanisme pemutusan ikatan
ester oleh basa melibatkan reaksi kesetimbangan. Anion hidroksida menyerang
gugus karbonil ester.Produk intermediet disebut dengan orto ester (Winarno,
1992).
B.
Tujuan
praktikum
Mengetahui reaksi penyabunan
minyak.
C.
Manfaat
praktikum
Mahasiswa mengetahui reaksi
penyabunan minyak yang sempurna dan tidak sempurna.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Penyabunan
Minyak
Lemak
dan minyak adalah bahan-bahan yang tidak larut dalam air yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan dan hewan. Lemak dan minyak yang digunakan dalam makanan
sebagian besar adalah trigliserida yang merupakan ester dari gliserol dan
berbagai asam lemak. Lemak dan minyak terdapat pada hamper semua bahan pangan
dengan kandungan yang berbeda-beda
(Winarno, 1992).
Sabun
dibuat dari proses saponifikasi lemak hewan (tallow) dan dari minyak.
Gugus induk lemak disebut fatty acids yang terdiri dari rantai
hidrokarbon panjang (C-12 sampai C18) yang berikatan membentuk gugus karboksil.
Asam lemak rantai pendek jarang digunakan karena menghasilkan sedikit busa.
Reaksi saponifikasi tidak lain adalah hidrolisis basa suatu ester dengan alkali
(NaOH, KOH) (Kusnawijaya, 1993).
Pada
umumnya, alkali yang digunakan dalam pembuatan sabun pada umumnya hanya NaOH
dan KOH, namun kadang juga menggunakan NH4OH. Sabun yang dibuat
dengan NaOH lebih lambat larut dalam air dibandingkan dengan sabun yang dibuat
dengan KOH. Sabun yang terbuat dari alkali kuat (NaOH, KOH) mempunyai nilai pH
antara 9,0 sampai 10,8 sedangkan sabun yang terbuat dari alkali lemah (NH4OH)
akan mempunyai nilai pH yang lebih rendah yaitu 8,0 sampai 9,5 (Matsjeh, 1996).
Sabun
merupakan garam dari asam lemah, larutannya agak basa karena adanya hidrolisis
parsial. Saponifikasi adalah reaksi pembentukan sabun, yang biasanya dengan
bahan awal lemak dan basa. Nama lain reaksi saponifikasi adalah reaksi
penyabunan. Dalam pengertian teknis, reaksi saponifikasi melibatkan basa (soda
kaustik NaOH) yang menghidrolisis trigliserida.
Trigliserida dapat berupa ester asam lemak
membentuk garam karboksilat (Matsjeh, 1996).
Minyak
sayuran dan lemak hewani merupakan bahan utama untuk reaksi saponifikasi.
Trigliserida dapat diubah menjadi sabun dalam proses satu atau dua tahap. Pada
proses satu tahap, trigliserida diperlakukan dengan basa kuat yang akan memutus
ikatan ester dan menghasilkan garam asam lemak dan gliserol. Proses ini
digunakan dalam industri gliserol. Dengan cara ini, sabun juga dihasilkan
dengan cara pengendapan. Peristiwa ini disebut dengan salting out oleh NaCl
jenuh (Matsjeh, 1996).
Dalam
reaksi saponifikasi, dikenal dengan angka saponifikasi atau angka penyabunan.
Angka penyabunan adalah jumlah basa yang diperlukan untuk dapat melangsungkan
saponifikasi terhadap sampel lemak. Mekanisme pemutusan ikatan ester oleh basa
melibatkan reaksi kesetimbangan. Anion hidroksida menyerang gugus karbonil
ester.Produk intermediet disebut dengan orto ester (Winarno, 1992).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A.
Tempat Dan Waktu Paktikum
Paktikum dilaksanakan di laboratorium Fakultas Teknologi
Hasil Pertanian, Insitut Pertanian STIPER Yogyakarta, pada hari jumat, tanggal
26 Oktober 2016
B.
Alat dan Bahan
Alat – alat yang digunakan
dalam praktikum Erlenmeyer, Timbangan, Kompor listrik, Gelas ukur, Pipet tetes, Sedangkan bahan yang digunakan yaitu Minyak goreng kelapa
sawit 5
ml,Minyak
kelapa 5
ml, CPO 5 ml, NaOH 1,5 gram, Aquadest, Alkohol 25 ml.
C.
Prosedur praktikum
1.
Prosedur Teoritis
Diagram alir
Mengambil
25 ml bahan minyak, kemudian tambah 1,5 gram NaOH dan alkohol ke dalam erlenmeyer.Mendidihkan
dalam erlenmeyer selama 15 menit. Memeriksa
reaksi penyabunan sudah sempurna atau belum dengan cara mengambil beberapa
tetes campuran larutan dapat larut sempurna maka akan menunjukkan reaksi sudah
sempurna.
2.
Prosedur skematis


|

|
Sampel CPO, Minyak kelapa sawit, Alkohol,
NaOH,Aquades.
|
Gambar 1. Diagram alir Reaksi Penyabunan
Minyak
BAB IV
BAB IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
A.
HASIL
PENGAMATAN
Hasil pengmatan praktikum Reaksi Penyabunan
Minyak dari
di sajikan pada tabel 1 di bawah ini
Tabel 1. Hasil Pengujian Reaksi
Penyabunan Minyak.
No.
|
Nama Bahan
|
Warna
|
Keterangan
|
|
Awal
|
Akhir
|
|||
1.
|
CPO
|
kuning
|
Putih
keruh
|
-
|
2.
|
Minyak goreng kelapa sawit
|
Bening
|
Putih
bening
|
++
|
Keterangan :
++ : Larut sempurna
+ :
Kurang larut
- : Tidak
larut
B.
Pembahasan
Lemak
dan minyak, merupakan bahan baku yang banyak digunakan dalam pengolahan pangan,
seperti margarin, shortening, minyak goreng, dan produk olahan lain yang
diproduksi oleh industri pangan, rumah tangga atau restoran. Lemak dan minyak
memiliki fungsi penting dalam pengolahan pangan, yaitu sebagai sumber energi,
berkontribusi pada pembentukan tekstur dan mutu sensori produk pangan, medium
pindah panas dalam proses pengorengan, serta pelarut bagi vitamin esensial
larut lemak A, D, E dan K.
Sabun
merupakan garam dari asam lemah, larutannya agak basa karena adanya hidrolisis
parsial. Saponifikasi adalah reaksi pembentukan sabun, yang biasanya dengan
bahan awal lemak dan basa. Nama lain reaksi saponifikasi adalah reaksi
penyabunan. Dalam pengertian teknis, reaksi saponifikasi melibatkan basa (soda
kaustik NaOH) yang menghidrolisis trigliserida.
Trigliserida dapat berupa ester asam lemak
membentuk garam karboksilat (Matsjeh, 1996).
Praktikum
kali ini digunakan bahan CPO dan minyak goreng
kelapa sawit, larutan basa yaitu NaOH, selain NaOH di gunakan juga alkohol,
fungsi alkohol ini adalah penetral, serta membuat larutan bertambah. setelah
itu di lakukan pemanasan kurang lebih 15 menit, pemanasan ini bertujuan agar
reaksi penyabunan terjadi dan pencampuran lebih sempurna, Pengujian
kesempurnaan reaksi saponifikasi ini dilakukan dengan menguji masing-masing
bahan dengan mencampurkannya diair dan kemudian dilihat bila dapat larut
sempurna, maka hal ini menunjukkan reaksi sudah sempurna. Dari hasil pengamatan terlihat Pada bahan minyak
kelapa sawit terjadi perubahan warna , dari warna awal kuning menjadi putih keruh. Pada bahan minyak
kelapa, terjadi perubahan warna dari warna awal bening berubah warna menjadi
putih bening. Kedua bahan ini terjadi dengan reaksi penyabunan sempurna.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Saponifikasi
adalah reaksi pembentukan sabun, yang biasanya dengan bahan awal lemak dan
basa. Nama lain reaksi saponifikasi adalah reaksi penyabunan.
Hasil
pengamatan terlihat
Pada bahan minyak kelapa sawit terjadi perubahan warna , dari warna awal kuning
menjadi putih keruh.
Pada bahan minyak kelapa, terjadi perubahan warna dari warna awal bening
berubah warna menjadi putih bening. Kedua bahan ini terjadi dengan reaksi penyabunan sempurna.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim. 2015. Penuntun Praktikum Kimia Dasar. Laboratorium Unit Kimia. UPT. Laboratorium Dasar. UniversitasHaluoleo.
Kendari
Kusnawijaya,
1993. Biokimia.Exact
Ganeca. Bandung.
Matsjeh, 1996. Kimia Organik
II. UGM. Yogyakarta.
Winarno, F, G, 1992.
Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar